Kerja dimanakah kita?

hidup.jpg

 

Pernahkah kita “merenungkan” hal ini ketika mencari kerja? Masih peduli kah kita dengan rakyat bangsa ini. Semoga tulisan berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.

Catatan sohib….

Rekan sekalian,

Dalam buku biografi bung Karno, ada diceritakan, bagaimana dulu beliau pernah protes pada dosen nya yg orang Belanda, mengapa kami hanya diajari ilmu membuat jalan ke pabrik2 gula punya belanda , membuat gedung2 besar utk belanda? dan begitu pula semua ilmu lain nya, adalah yg ujung2 nya untuk keperluan belanda (asing)?

Mengapa tak diajari membuat saluran irigasi utk sawah2 bangsa kami, tak diajari membuat bangunan utk keperluan bangsa kami ( Indonesia )?

Pertanyaan pedas bung Karno tsb, tak bisa dijawab oleh dosennya.

Berkaca pada sejarah, berarti memang sudah sejak jaman baheula, perguruan tinggi di Indonesia emang dirancang utk memenuhi keperluan pihak asing, dan itu berlaku terus sampai saat ini, sehingga secara historis bisa lah difahami, mengapa banyak alumni PT-PT di Indonesia yg lebih memilih kerja di perusahaan asing.

Hal tsb telah menjadi pertanyaan besar saya, sejak masa kuliah,

Bayangkan ketika baru masuk kuliah di sampaikan bahwa kalian semua adalah generasi muda harapan bangsa yg akan memberikan support utk kemajuan bangsa ini.

Tapi ketika lulus kuliah, ternyata banyak yg pada berebut ingin kerja di perusahaan asing ??

Padahal ia kuliah dg subsidi negara, sehingga biayanya bisa murah ( jaman saya kuliah dulu ), bahkan banyak beasiswa pula yg disediakan.

Ada yang berasal dari daerah pertanian. Sawah ladang, hasil pertanian orang tuanya lah yg membiayai ia kuliah. Namun ketika lulus, ia pergi ke kota, sawah ladang pertanian tsb, hanya menjadi masa lalu, ditengokin saat lebaran saja.

Sawah ladang yg membiayainya mencari ilmu, tidaklah berkembang menjadi agribisnis yg lebih maju, bahkan kekeringan di musim kemarau, banjir di musim hujan, atau malah tergusur oleh proyek perumahan, industri.

Daerah pertanian yg mana sebagian kita berasal malah mengalami proses pemiskinan secara struktural.

Coba kita bandingkan dg cerita tanah pertanian Kibbutz di Israel yg selalu bertambah maju, karena anak2 yg dibesarkan disana, kembali mendarmabaktikan ilmunya di daerahnya.

Saat ini kibutz Israel, adalah daerah pertanian dg teknologi paling maju di dunia, micro irrigation dimana pengaturan air di daerah gurun dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer termaju, bahkan salah satu kurma terbaik di dunia dihasilkan disana, bisa jadi kurma yg kita makan saat buka puasa, berasal dari sana ….

Jadi cerita bung Karno dulu, ternyata benar adanya, dan masih berlaku sampai saat ini.

Terus kenapa, sebagian kita lebih memilih kerja di perusahaan asing ?

Maybe this is, some answer:

– Jaman kuliah juga, belajarnya ilmu2 dari sono ( text book American minded )
– Dosen2 nya lulusan sekolah luar negeri pula ( jadi ilmu nya luar negeri minded pula )
– kerja di perusahaan asing gaji nya besar, ada peluang sekolah, lingkungan kerja professional, besar kemungkinan utk bisa berkembang dll.
– untuk sementara saja, cari pengalaman dan saving, nanti saya mau bisnis sendiri.

Ada beberapa teman yg idealis, selepas kuliah mencoba jalur sbb;

– jadi dosen
– jadi pegawai negeri
– jadi pekerja swasta nasional / BUMN
– jadi pengusaha
– aktif di LSM
– aktif di politis
– jadi seniman, orang bebas

Namun ternyata banyak juga dari mereka tsb, akhirnya menemukan kekecewaan, sbb ;

yg jadi dosen, terhambat system birokrasi dan senioritas, rendahnya numerasi, susah dapat proyek atau perguruan tingginya yg tidak professional (nepotisme dll ). Agak berat mengembangkan idealisme keilmuan nya, karena kepincut sama kesibukan proyek2.

yg jadi pegawai negeri, karier nya lambat, lingkungankerja tidak memacu prestasi, terjebak feodalisme /birokrasi, idealisme meluntur yg jadi pegawai swasta, awalnya menggebu2 dg ide2 yg kreatif, namun ternyata banyak ide2 yg mentok, bentrok dg berbagai kepentingan jadi frustasi

yg jadi pegawai BUMN , lumayan lah kondisi nya, tapi tetap di beberapa BUMN nepotisme dan interest pribadi/politis cukup menentukan, sebagian terjebak KKN.

Yg jadi pengusaha, banyak yg berjatuhan bisnis nya sebelum mencapai usia 5 tahun, jadi frustasi. ( tak tahan banting) Yg aktif di LSM, akhirnya ter kooptasi kepentingan proyek pemerintah, atau terjebak dalam lingkaran setan funding agency NGO asing, yg sebenarnya hanya menjual kesulitan hidup orang banyak

Yang aktif di politik akhirnya, malah terjebak dalam logika politik dagang sapi, broker proyek dll.

Yang kerja di perusahaan asing (MNC) pun, akhirnya kecewa juga karena ternyata tenaga kita hanya diperas untuk kepentingan mereka, tak ada transfer teknologi (no free lunch )

Atau yg paling parah, memang ada sebagian kita yg memang malas, sebuah jebakan budaya, seperti apa yg disampaikan dr Mahathir Muhammad, sebagai Malay Dilemma

Begitulah kira2 sebagian kondisi yg terjadi, namun memang tak semuanya, ada juga yg melewati jalur emas dan berhasil mewujudkan idealisme nya.

Sekian.

NB: Catatan berikut saya peroleh dari sebuah milis tapi sayang penulisnya tidak dicantumkan. Bagi para pembaca yang mengetahuinya mohon untuk memberitahu saya lewat kolom komentar.

One thought on “Kerja dimanakah kita?

  1. ozoy

    wah.. salut boss.. saya stuju ma tulisannya.. berjiwa patriotisme banget.. salut dech ma yg nulis..

    btw “patriot” tuh kata yg kayanya dah dilupakan sebagai bhs indonesia boss jarang banget dengernya hehe… dengernya jarang apalagi “act” nya ya..

    bener boss.. kalo ada anak bangsakita yg berpotensi harus dipertahanin boss biar g kerja di perusahaan asing atau di gondol ke luar negri .. harusnya bangun dulu dunk bangsa sendiri….

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.